BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketika seorang wanita mengalami perdarahan
yang abnormal atau tidak terjadi perdarahan, masalah yang ada berhubungan
dengan fungsi yang abnormal dan hipothalamus-hipofisis yang menyebabkan supresi
produk gonadotropin, ovarian-induced bleeding oleh karena anovulasi,
kegagalan menyamakan produk gonadotropin dan estrogen yang menyebabkan
kegagalan ovulasi. Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan
uterus abnormal baik dari segi jumlah, frekuensi dan lamanya terjadi baik di
dalam maupun di luar siklus haid dan merupakan gejala klinis yang semata-mata
karena suatu gangguan fungsional mekanisme kerja poros
hipothalamus-hipofisisovarium-endometrium tanpa adanya kelainan organik alat
reproduksi. Angka kejadian PUD cukup tinggi karena hampir selalu terjadi pada
setiap wanita di mana PUD sering terjadi pada usia perimenars dan perimenopause
meskipun usia reproduksi pun tidak jarang mengalami PUD.
B.
Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu :
1. Mahasiswa mengetahui
etiologi dari PUD.
2. Mahasiswa mengetahui diagnosis
dari PUD.
3. Mahasiswa mengetahui penanganan
PUD.
4. Mahasiswa mengetahui
kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh pasien yang mengalami PUD.
5. Mahasiswa mampu
memberikan asuhan kebutuhan dasarnya.
BAB II
KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Perdarahan
bukan haid yaitu perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Perdarahan
ini tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid atau 2 jenis perdarahan ini
menjadi satu yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua dinamakan
menometroragia. Keduanya dapat disebabkan oleh kelainan genital atau oleh
kelinan fungsional.
Perdarahan
disfungsional yaitu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan
sebab organic atau juga disebut disfungsional uteri bleeding (DUB)
(Wiknjosastro, H. 1999 ).
Perdarahan uterus disfungsional (PUD)
adalah perdarahan uterus abnormal baik dari segi jumlah, frekuensi, dan lamanya
yang terjadi baik di dalam maupun di luar siklus haid dan merupakan
gejala-gejala klinis yang semata-mata karena suatu gangguan fungsional
mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis ovariumendometrium tanpa adanya kelainan
organik alat reproduksi (Alaydrus, 2006).
B. Penyebab dan Faktor Predisposisi
Penyebab
dari DUB yaitu selain dari sebab-sebab organik antara lain, adanya kelinan pada
:
1. Serviks uteri seperti
polipus servisis uteri, ulkus pada porsoi uteri, karsinoma servisis uteri.
2. Korpus uteri seperti
polip endometrium, abortus imminens, sarcoma uteri, karsinoma korpus uteri
3. Tuba fallopi seperti
KET, radang tuba, tumor tuba.
4. Ovarium seperti
radang ovarium, tumor ovarium
Perdarahan
disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause.
Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa
akhir fungsi ovarium.
C. Patofisiologi
Perdarahan uterus disfungsional dapat
terjadi pada siklus ovulatorik, anovulatorik maupun pada keadaan dengan folikel
persisten. Pada siklus ovulatorik, perdarahan dapat dibedakan menjadi:
1.
Perdarahan pada pertengahan siklus
a.
Perdarahan yang terjadi sedikit dan singkat.
b.
Penyebabnya karena rendahnya kadar estrogen.
2.
Perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium
a.
Biasanya terjadi banyak, memanjang.
b.
Penyebabnya adanya korpus luteum persisten, kadar
estrogen rendah sedang progesteron terus terbentuk.
3.
Perdarahan bercak, pra haid dan pasca haid
Hal ini disebabkan insufisiensi korpus luteum sedangkan pasca haid
disebabkan oleh karena defisiensi estrogen sehingga regenerasi endometrium
terganggu.
Pada siklus
anovulatorik, dasar perdarahan pada keadaan ini adalah tidak adanya ovulasi
karena tidak terbentuk korpus luteum yang disebabkan oleh defisiensi
progesteron dan kelebihan estrogen. Pada perdarahan disfungsional yang
ovulatorik gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskuler,
vasomotorik, atau hematologik yang mekanismenya belum seberapa dimengerti
sedangkan perdarahan anovulatorik biasanya bersumber dari gangguan endokrin. Perdarahan
yang terjadi dapat normal, sedikit atau banyak dengan siklus yang teratur atau
tidak teratur. Perdarahan uterus disfungsional pada keadaan folikel persisten
sering dijumpai pada masa perimenopause dimana terjadi hiperplasi endometrium
oleh karena pengaruh estrogen baik jenis adenomatosa maupun atipik. Mula-mula
haid biasa kemudian terjadi perdarahan bercak yang selanjutnya dan diikuti
perdarahan yang makin banyak terus-menerus dan disertai gumpalan.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dapat dilihat dari jenis
perdarahannya antara lain :
1.
Perdarahan Ovulatorik
a. Poligomenorea atau
oligomenorea.
b. Kurve suhu badan
basal yang mengalami perubahan.
c. Apabila perdarahan
berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa sebab organik maka dilihat
etiologinya : korpus luteum persistens, insufisiensi korpus luteum, apopleksia
uteri, kelainan darah.
2.
Perdarahan Anovulatorik
a. Perdarahan bersifat
siklik, kadang tidak teratur sama sekali.
b. Endometrium bersifat
hyperplasia kistik karena pengaruh estrogen.
E. Pemeriksaan Penunjang
1.
USG.
2.
Pemeriksaan sediaan endometrium dengan kerokan
atau swab.
3.
Tes darah.
F.
Pathways

BAB III
KONSEP KEBUTUHAN DASAR
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
A.
Pengertian
Kebutuhan
cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis
dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan
yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau kekurangan
(Tarwoto, 2003).
B.
Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi dari jaringan kulit dan elektrolit dalam tubuh


2. Fisiologi Cairan dan
Elektrolit dalam tubuh
Rata-rata masukan air memasuki traktus
gastrointestinal sebagai air liur, getah lambung, empedu, getah pankreas dan
getah intestinal. Air berpindah menyeberangi dinding usus dengan cara osmosis
bila yang aktif secara osmotif misal Na+ dan Cl –
diabsorbsi, air mengikuti dibelakangnya dan bila subtansi diekskresi ke dalam
lumen atau bila zat yang tidak dapat dapat diabsorbsi terdapat dalam makanan,
air mengalir dari sel atau antar sel dalam lumen. Aliran cairan dari usus
sebagian besar dirangsang oleh Na+ dan Cl – tetapi pada
setiap kasus “pompa” Na+ dan
K+ (Na+ -K-ATPase) yang terletak pada basolateral membran
sel merupakan peristiwa aktif menjaga konsentrasi Na+ dalam sel
rendah dan potensial sel tinggi.
C.
Konsep Dasar
1. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Usia; usia berkaitan
dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan berat badan.
b. Temperatur
lingkungan; dalam lingkungan dengan panas berlebihan, seseorang dapat
kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 gram/ hari.
c. Diet; pada saat tubuh
kekurangan nutrisi maka akan memecah cadangan energi, proses ini menimbulkan
pergerakan cairan dari intersisial ke intra selular.
d. Stress; stress dapat
menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot,
mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air.
e. Sakit; pembedahan,
trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormon, akan mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Pergerakan Cairan
Tubuh
Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui
tiga proses yaitu :
a. Difusi adalah proses
dimana partikel yang terdapat dalam cairan bergerak dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit didifusikan
menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh ukuran molekul,
konsentrasi larutan dan temperatur.
b. Osmosis adalah
bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui membran semi permeabel dari
larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi yang
sifatnya menarik.
c. Transport aktif
adalah bergeraknya bahan dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi karena
adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung.
3. Pengaturan
Keseimbangan Cairan
a. Rasa dahaga.
b. ADH (Anti Diuretik
Hormon).
c. Aldosteron
d. Prostaglandin
e. Glukokortikoid
4. Cara Pengeluaran
Cairan
Pengeluaran cairan terjadi melalui
organ-organ antara lain : ginjal, kulit, paru, gastrointestinal.
5. Pengaturan Elektrolit
a. Natrium (sodium)
1) Merupakan kation
paling banyak yang terdapat pada cairan ekstrasel.
2) Na+
mempengarui keseimbangan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot.
3) Sodium diatur oleh
intake garam, aldosteron dan pengeluaran urin. Normalnya antara 35-45 mEq/ lt.
b. Kalium (potasium)
1) Merupakan kation
utama cairan intrasel.
2) Berfungsi sebagai
exitability neuromuskuler dan kontraksi otot.
3) Diperlukan untuk
pembentukan glikogen, sintesa protein, pengaturan keseimbangan cairan asam
basa, karena ion K+ dapat diubah menjadi ion hidrogen (H+).
Nilai normalnya 3,5-5,5 mEq/lt.
c. Kalsium
1) Berguna untuk
integritas kulit dan struktur sel, konduksi jantung, pembekuan darah, dan
pembentukan tulang dan gigi.
2) Kalsium dalam cairan
ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid.
3) Hormon paratiroid
mengabsorpsi kalsium melalui gastrointestinal, sekresi melalui ginjal.
4) Hormon
thirocalsitonin menghambat penyerapan Ca++ tulang.
d. Magnesium nilai
normalnya 1,5-2,5 mEq/ lt.
e. Chlorida terdapat
pada cairan ekstrasel dan intrasel, nilai normalnya 95-105 mEq/ lt.
f. Bikarbonat adalah
buffer kimia utama dalam tubuh.
g. Fosfat merupakan
anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel.
6. Masalah Keseimbangan
Cairan
a. Hipovolemik
Adalah
suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstra seluler (CES) dan dapat
terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan
sehingga menimbulkan syok hipovolemik.
Mekanisme
kompensasinya adalah peningkatan rangsangan saraf simpatik ( peningkatan
frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rasa haus,
pelepasan hormon ADH dan aldosteron.
b. Hipervolemik
Adalah penambahan/ kelebihan
volume CES dapat terjadi pada saat :
1) Stimulasi kronis
ginjal untuk menahan natrium dan air.
2) Fungsi ginjal
abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
3) Kelebihan pemberian
cairan.
4) Perpindahan cairan
intersisiel ke plasma.
7. Ketidakseimbangan
Asam Basa
a. Asidosis respiratorik
karena PCO3 berlebih dalam sistem pernafasan.
b. Alkalosis
respiratorik karena PCO3 kurang dari 35 mmHg di dalam arteri.
c. Alkalosis metabolik,
kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa pada cairan tubuh.
d. Asidosis metabolik,
kehilangan basa atau HCO3 turun di bawah 22 mmHg.
Perbandingan antara
bikarbonat, pH, dan PaCO3 pada gangguan asam basa :
Gangguan asam
basa
|
HCO3 plasma
|
pH plasma
|
PaCO3 plasma
|
Asidosis metabolik
|
¯
|
¯
|
¯
|
Alkalosis metabolik
|
|
|
|
Asidosis respiratorik
|
|
¯
|
|
Alkalosis respiratorik
|
¯
|
|
¯
|
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KEBUTUHAN DASAR
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
A.
Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
a. Pemasukan dan
pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral).
b. Tanda umum masalah
elektrolit.
c. Tanda kekurangan dan
kelebihan cairan.
d. Proses penyakit yang
menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan elektrolit.
e. Pengobatan tertentu
yang sedang dijalani dapat mengganggu status cairan.
f. Status perkembangan
seperti usia atau situasi sosial.
g. Faktor psikologis
seperti perilaku emosional yang mengganggu pengobatan.
2. Pengukuran Klinik
a. Berat badan
Kehilangan atau bertambahnya
berat badan menunjukkan adanya masalah keseimbangan cairan.
1) + 2 % termasuk kategori ringan.
2) + 5 % termasuk kategori sedang.
3) + 10 % termasuk kategori berat
Pengukuran dilakukan setiap
hari pada waktu yang sama.
b. Keadaan umum
Pengukuran tanda vital seperti
suhu, tekanan darah, nadi dan pernafasan serta tingkat kesadaran.
c. Pengukuran masukan
cairan
1) Cairan oral : NGT dan
oral.
2) Cairan parenteral
termasuk obat-obatan IV.
3) Makanan yang
cenderung mengandung air.
4) Irigasi kateter atau
NGT.
d. Pengukuran keluaran
cairan
1) Urin : volune,
kejernihan atau kepekatan.
2) Feses : jumlah dan
konsistensinya.
3) Muntah
4) Tube drainase dan IWL
e. Ukur keseimbangan cairan
dengan akurat, normalnya sekitar + 200 cc.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan
dan elektrolit difokuskan pada :
a. Integumen : keadaan
turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetanii dan sensasi rasa.
b. Kardiovaskuler : distensi
vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi jantung.
c. Mata : cekung, air
mata kering.
d. Neurologi : refleks,
gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal :
keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bising usus.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, pH,
berat jenis urin, dan analisa gas darah.
B.
Diagnosa Keperawatan
Defisit volume cairan
berhubungan dengan perdarahan disfungsional pada uteri.
C.
Fokus Intervensi dan
Rasional
Tujuan yang diharapkan :
1. Mempertahankan
keseimbangan cairan.
2. Menunjukkan adanya
keseimbangan cairan seperti output urin adekuat, tekanan darah stabil, membran
mukosa mulut lembab, turgor kulit baik.
3. Secara verbal pasien
mengatakan penyebab kekurangan cairan dapat teratasi.
Intervensi
1. Ukur dan catat setiap
4 jam :
a. Intake dan output
cairan.
b. Monitor turgor kulit.
c. Tanda-tanda vital.
d. Monitor IV infus.
e. Elektrolit, BUN,
hematokrit, dan hemoglobin.
f. Berat badan.
g. Status mental.
Rasionalnya : menentukan kehilangan dan
kebutuhan cairan.
2. Berikan makanan dan
minuman.
Rasionalnya : memenuhi kebutuhan makan dan
minum.
3. Berikan pengobatan
untuk anti muntah.
Rasionalnya : menurunkan pergerakan usus
dan muntah.
4. Berikan support
verbal dalam pemberian cairan.
Rasionalnya : meningkatkan konsumsi yang
lebih.
5. Lakukan kebersihan
mulut sebelum makan.
Rasionalnya : meningkatkan nafsu makan.
6. Ubah posisi pasien
setiap 4 jam
Rasionalnya : meningkatkan sirkulasi.
7. Berikan pendidikan
kesehatan tentang :
a. Intake dan output
cairan.
b. Tanda dan gejala
dehidrasi.
c. Terapi yang
diberikan.
Rasionalnya : meningkatkan informasi
kepada pasien dan kerja samanya.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. S DENGAN DISFUNGSIONAL UTERUS BLEEDING
DI RUANG BOUGENVILLE RSUD TUGUREJO
SEMARANG
A.
PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas pasien
1) Nama pasien :
Ny. Suparmi
2) Umur : 37 tahun
3) Jenis kelamin :
Perempuan
4) Suku bangsa :
Jawa
5) Agama : Islam
6) Status perkawinan :
Menikah
7) Pendidikan : SLTP
8) Pekerjaan : Ibu rumah tangga
9) Alamat : Jl. Sri Yatno
Rt. 04/IV Kel. Purwoyoso kec. Ngaliyan
10) Tanggal masuk :
17 Juni 2006
11) No. Register :
0606170001
12) Diagnosa medik : Disfungsional Uterus Bleeding (DUB)
b. Penanggung jawab
1) Nama : Tn. Purnomo
2) Umur : 33 tahun
3) Jenis kelamin :
laki-laki
4) Pendidikan : SLTP
5) Pekerjaan : Swasta
6) Hubungan dengan pasien : Suami
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama :
Perdarahan pada jalan lahir.
b. Riwayat penyakit
sekarang :
1) Alasan dirawat di
rumah sakit :
Pasien dirawat di Rumah Sakit
karena adanya perdarahan hebat dari jalan lahir.
2) Faktor pencetus :
Adanya uterus miomatosus.
3) Lamanya keluhan :
Pasien mengatakan sudah
mengalami perdarahan selama ± 1 bulan.
4) Timbulnya keluhan :
Perdarahan muncul sejak 1
bulan yang lalu.
5) Upaya yang dilakukan :
Memeriksakan diri ke Puskesmas
setempat, mencari tahu informasi tentang perdarahan yang dialaminya pada tenaga
kesehatan di lingkungan tempat tinggalnya.
c. Riwayat perawatan dan
kesehatan dahulu :
Pernah memeriksakan ke dokter
spesialis kandungan (SpOG), pernah operasi appendisitis di RSUD TUGUREJO.
d. Riwayat kesehatan
keluarga :
Keluarga tidak ada yang
mempunyai penyakit kronis atau penyakit keturunan, seperti: Diabetes Mellitus,
kelainan sel darah, dan lain-lain.
3. Pengkajian fisik
a. Penampilan atau
keadaan umum
Pada tanggal 17 Juni 2006 keadaan
umum lemah.
Pada tanggal 18 Juni sampai
dengan tanggal 23 Juni 2006 keadaan umum baik.
b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda vital :
1) Tanggal 19 Juni 2006 : TD 115/ 70 mmHg; Nadi 80 x/menit; RR
20 x/menit; Suhu 370C.
2) Tanggal 20 Juni 2006 : TD 120/ 70 mmHg; Nadi 112 x/menit; RR
58 x/menit; Suhu 37,50C.
3) Tanggal 21 Juni 2006 : TD 140/80 mmHg; Nadi 114 x/menit, RR
58 x/menit; Suhu 37,50C.
4) Tanggal 22 Juni 2006 : TD 120/70 mmHg; Nadi 112 x/menit; RR57
x/menit; Suhu 390C.
5) Tanggal 23 Juni 2006 : TD 120/80 mmHg; Nadi 110 x/menit; RR 56
x/menit; Suhu 37,50C.
d. Pengukuran
Antropometri : TB
155 cm; BB 41 Kg
e. Kepala :
bentuk simetris dan tidak ada luka.
1) Rambut : hitam bergelombang, ketebalan cukup
dan bersih.
2) Mata : konjungtiva mata tidak anemis,
masih mampu melihat dengan baik, tidak memakai alat bantu kacamata, dan tidak
ada sekret.
3) Hidung : kebersihan hidung baik, tidak ada
nafas cuping hidung, pemakaian oksigen pada tanggal 22 Juni 2006.
4) Telinga : pendengaran baik tidak ada nyeri
ataupun sekret serta tidak ada pembengkakan dan tidak menggunakan alat bantu
dengar.
5) Mulut : keadaan bibir kering atau tidak
lembab, mukosa mulut agak kering, tidak ada bau mulut, kebersihan gigi dan gusi
baik.
f. Genital
Kebersihan daerah
genital dilakukan bidan/ perawat wanita
g. Ekstremitas
1) Kuku bersih, kulit
cerah dan turfor kulit cukup, tidak ada edema.
2) Capilarry refill
kurang.
3) Terpasang infus;
tidak ada tanda-tanda infeksi pada daerah tusukan infus, tidak ada nyeri pada
daerah tusukan infus.
h. Kulit
4. Data Penunjang
a. Hasil pemeriksaan
penunjang
1) Pemeriksaan laborat
a) Lab klinik rutin :
phisis : warna putih, kekeruhan : jernih; pH : 5,0; kimia : protein negatif,
reduksi negatif.
b) Pemeriksaan kadar Hb
dalam darah : tanggal 21 Juni 2006 kadar Hb 7,9 g/dl; pada tanggal 22 Juni 2006
kadar Hb 9,1 g/dl sampai sekarang (tanggal 23 Juni 2003).
2) Pemeriksaan Radiologi
tidak ada
b. Diit yang diperoleh :
tidak ada pantangan makanan.
c. Therapy : Ampicilin,
OBH sirup diminum 3 x sehari, NaCl diberikan 20 tts/ menit, Natabion diberikan
2x1 hari, cipro diberikan 3x1 hari, kalnex 3x1 hari, terpasang PRC (Packed Red
Cell)
B.
Pengelompokan Data
1. Data Subyektif
a. Pasien mengatakan
badan terasa lemas.
b. Pasien mengatakan
merasa haus dan ingin minum.
c. Pasien mengatakan
sesak nafas sulit untuk batuk (pada tanggal 22 Juni 2006).
d. Pasien mengatakan
berat badannya turun.
2. Data Obyektif
a. Pasien tampak lemah.
b. Pasien turgor
kulitnya tampak kurang.
c. Berat badan turun atau kurang.
C.
Analisa Data
No
|
DATA FOKUS
|
MASALAH
KEPERAWATAN
|
ETIOLOGI
|
TT
|
1
|
DS : pasien mengatakan lemas, pasien mengatakan
ingin minum, pasien mengatakan berat badannya turun.
DO : pasien tampak lemah, turgor kulit kurang
baik, Hb rendah < normal, berat badan kurang.
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit
|
Perdarahan
|
|
D.
Diagnosa Keperawatan
Defisit volume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan perdarahan disfungsional pada uterus.
E.
Rencana Keperawatan
Tujuan :
1.
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.
Menunjukkan adanya keseimbangan cairan den
elektrolit yang adekuat.
3.
Secara verbal pasien mengatakan kekurangan cairan
dapat teratasi.
Intervensi dan Rasionalnya :
1. Ukur dan catat setiap
4 jam : intake dan output cairan, monitor turgor kulit, tanda-tanda vital,
monitor IV infus, berat badan.
Rasionalnya : menentukan kehilangan dan
kebutuhan cairan.
2. Berikan atau pasang
infus
Rasionalnya : untuk keseimbangan cairan
dan elektrolit serta memudahkan dalam memberikan obat injeksi IV.
3. Berikan makanan dan
minuman
Rasionalnya : memenuhi kebutuhan makan dan
minum.
4. Berikan pengobatan
untuk anti muntah.
Rasionalnya : menurunkan pergerakan usus
dan muntah.
5. Berikan support
verbal dalam pemberian cairan
Rasionalnya : meningkatkan konsumsi yang
lebih.
6. Lakukan kebersihan
mulut sebelum makan.
Rasionalnya : maningkatkan nafsu makan.
7. Ubah posisi pasien
setiap 4 jam
Rasionalnya : meningkatkan sirkulasi.
8. Berikan pendidikan
kesehatan tentang :
a. Intake dan Output
cairan.
b. Tanda dan gejala
dehidrasi.
c. Terapi
Rasionalnya : meningkatkan informasi dan
kerja sama.
BAB V
PEMBAHASAN
(ANALISA SINTESA)
A.
Data Fokus
1. Data Subyektif
Pasien mengatakan lemas, pasien mengatakan
ingin minum, pasien mengatakan berat badannya turun.
2. Data Obyektif
Pasien tampak lemah, turgor kulit kurang
baik, Hb rendah < normal, berat badan pasien kurang.
B.
Masalah Keperawatan
Gangguan pemenuhan kebutuhan
cairan dan elektrolit.
C.
Rencana Tindakan
Pemberian cairan dan elektrolit
melalui infus.
D.
Prosedur Tindakan dan
Rasionalnya
1.
Cuci tangan.
Raionalnya : mengurangai transmisi
mikroorganisme.
2.
Atur peralatan disamping yang bebas di atas meja
tempat tidur.
Rasionelnya : mengurangi resiko
kontaminasi dan kecelakaan.
3.
Buka kemasan steril dengan teknik aseptik.
Rasionalnya : mencegah kontaminasi pada
objek steril.
4.
Untuk pemberian cairan IV :
a. Periksa larutan
menggunakan lima benar pemberian obat.
Rasionalnya : pemberian obat
harus hati-hati dan harus diperiksa dengan benar untuk mengurangi resiko
kesalahan.
b. Bila menggunakan
larutan IV dalam botol, lepaskan penutup logam dan lempeng karet dan logam di
bawah penutup, untuk kantong larutan IV plastik lepaskan lapisan plastik di
atas port selang IV.
Rasionalnya : memungkinkan
masuknya selang infus ke dalam larutan.
c. Buka set infus,
mempertahankan sterilitas pada kedua ujung.
Rasionalnya : mencegah bakteri
memasuki peralatan infus dan aliran darah.
d. Pasang klem rol
sekitar 2-4 cm di bawah bilik drip dan pindahkan klem rol pada posisi off.
Rasionalnya : jarak terdekat
klem rol ke bilik drip memungkinkan pengaturan kecepatan aliran lebih akurat.
e. Tusukkan set infus ke
dalam kantong atau botol cairan.
Rasionalnya : untuk memasukkan
selang infus ke dalam botol atau kantong cairan.
f. Isi selang infus.
Rasionalnya : untuk mencegah
udara masuk ke dalam selang.
5.
Pilih jarum IV yang tepat
Rasionalnya : perlu untuk pungsi vena dan
memasukkan cairan IV.
6.
Pilih tempat distal vena yang digunakan.
Rasionalnya : bila terjadi sklerosis atau
kerusakan vena, tempat proksimal dari vena yang sama masih dapat digunakan.
7.
Bila terdapat banyak rambut pada tempat penusukan
perlu dihilangkan.
Rasionalnya : mengurangi resiko
kontaminasi dari bakteri pada rambut.
8.
bila mungkin letakkan ekstremitas pada posisi
dependen.
Rasionalnya : memungkinkan dilatasi vena
dan visibilitas.
9.
Letakkan torniket 10-12 cm di atas tempat
penusukan.
Rasionalnya : tidak terdapatnya aliran
arterial menghambat pengisian vena.
10. Kenakan sarung tangan
sekali pakai, pelindung mata dan masker dapat digunakan.
Rasionalnya : untuk proteksi diri.
11. Letakkan ujung
adapter jarum perangkat infus dekat dengan kassa steril atau handuk.
Rasionalnya : memungkinkan penghubungan
infus yang cepat.
12. Pilih vena yang
terdilatasi baik.
Rasionalnya : memungkinkan mendapatkan
tempat penusukan yang baik.
13. Disinfeksi lokasi
tusukan.
Rasionalnya : mengurangi resiko
kontaminasi bakteri di kulit.
14. Lakukan pungsi vena
lalu tusukkan jarum.
Rasionalnya : mengurangi resiko
tertusuknya dinding vena posterior.
15. Perhatikan keluarnya
darah melalui selang jarum kupu-kupu atau bilik flashback ONC. Jangan
menusukkan kembali stilet bila telah melepasnya.
Rasionalnya : penusukan kembali stilet
dapat menyebabkan kerusakan kateter dalam vena.
16. Tahan kateter dengan
satu tangan, lepaskan torniket dan lepaskan stilet dari ONC.
Rasionalnya : memungkinkan aliran vena,
mengurangi aliran balik darah.
17. Lepaskan klem roler
untuk memulai infus pada kecepatan yang ditentukan.
Rasionalnya : mencegah pembekuan vena
serta obstruksi aliran larutan.
18. Amankan/ viksasi
kateter atau jarum IV
Rasionalnya : agar tidak terjadi
pergeseran dari jarum IV.
19. Atur kecepatan
tetesan yang tepat.
Rasionalnya : mempertahankan aliran IV
yang tepat.
20. Tuliskan tanggal dan
waktu pemasangan serta ukuran jarum pada balutan.
Rasionalnya : memberikan kecepatan akses
data.
21. Lepaskan sarung
tangan, singkirkan alat-alat dan cuci tangan.
Rasionalnya : mengurangi transmisi
mikroorganisme.
22. Catat pada catatan
perawatan.
Rasionalnya : mencatat pemberian terapi.
E.
Hasil Observasi/ Pengamatan
Semua prosedur tindakan dilakukan
perawat akan tetapi perawat tidak melakukan cuci tangan sebelum melakukan
tindakan serts tidak memakai hanscoon.
F.
Pembahasan/ Analisa Sintesa
1. Perawat belum mencuci
tangan sebelum melakukan tindakan disebabkan karena untuk mempersingkat waktu
karena tindakan perawat banyak, sudah terbiasa tidak cuci tangan dahulu sebelum
tindakan.
Resikonya : dapat terjadi transmisi
mikroorganisme.
Modifikasinya : diberikan tambahan
informasi kepada perawat, pemasangan prosedur tetap pada ruangan setiap
tindakan harus diawali dan diakhiri dengan mencuci tangan agar perawat dapat
diingatkan oleh pasien atau yang menunggu.
2. Pemakaian handscoon
sering dilupakan perawat karena persediaan handscoon sekali pakai terbatas dan
membutuhkan waktu untuk memakai dan melepas
Resikonya : proteksi diri perawat kurang
sehingga resiko tertularnya suatu penyakit sangat besar.
Modifikasinya : disediakan dana tersendiri
untuk pembelian handscoon sekali pakai, apabila tidak ada dana dapat memakai
handscoon yang bekas kemudian dicuci sampai bersih dan didisinfeksi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas yang
kami sampaikan dapat diambil kesimpulan bahwa dalam melakukan tindakan
keperawatan diperlukan ketelitian dan ketaatan terhadap prosedur tetap tindakan
ataupun yang telah dimodifikasi supaya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat benar-benar profesional serta mengurangi semua resiko yang mungkin
terjadi dalam melakukan suatu tindakan keperawatan. Selain itu kerja sama
dengan pihak-pihak terkait di dalam suatu instansi yang baik dapat meningkatkan
kinerja dan profesionalisme yang tinggi.
B.
Saran
Instansi kesehatan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat agar lebih ditingkatkan agar derajat
kesehatan masyarakat lebih tinggi serta penghargaan masyarakat untuk tenaga
kesehatan bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alaydrus, N. 2006. Perdarahan Uterus Disfungsional.
Retrieved from http//www.sisroom.blogspot.com
Anonim. 2006. Kebutuhan Cairan dan Elektrolit.
Retrieved from http//www. sisroom.blogspot.com
Despopoulos, A.,
Silbergnagl, S. 1998. Atlas Berwarna
& Teks Fisiologi. Jakarta : Hipokrates
Kusyati, E,. Wahyuningsih,
R.D., Fuauziyah, N. 2003. Keterampilan
dan Prosedur Perawatan Dasar. Semarang : Akper Karya Husada
Tarwoto, Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar