Rabu, 14 Maret 2012

GLAUKoma

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyakit yang terjadi akibat gangguan tekanan intraokuler pada mata. Oleh karena itu glaukoma dapat mengganggu penglihatan yang perlu diwaspadai. Tidak hanya itu, glaucoma juga dapat membawa pada kebutaan. Contohnya pada kasus glaucoma yang terjadi di Amerika Serikat, glaucoma beresiko 12% pada kebutan (Luckman & Sorensen, 2004).
Menurut data dari WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di dunia adalah katarak (47,8%), galukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age-related mucular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), corneal apacity (5,1%), dan diabetic retinopathy (4,8%). Namun sesungguhnya hal ini bisa dicegah dengan pemeriksaan tonometri rutin. Sehingga tidak sampai terjadi hal fatal seperti kebutaan. Jika seseorang tidak pernah melakukan pemeriksaan tonometri, sedang ia baru mendapati dirinya glaukoma yang sudah fatal, maka tindakan yang bisa diambil adalah operasi yang dapat menyebabkan masalah tersendiri pada penderitanya. Apalagi hasil dari operasi belum tentu sesuai dengan harapan. Misalnya, operasi tersebut berujung pada kebutaan. Oleh karena itu, kita perlu malakukan pengukuran tonometri rutin dan juga memahami proses keperawatan pada klien glaukoma. Supaya sebagai perawat tentunya dapat memberikan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien.

B.  Tujuan
1.    Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan pada penyakit glaukoma.
2.    Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran diharapkan mahasiswa mampu;
a.    Menjelaskan definisi penyakit glaucoma
b.    Menyebutkan dan menjelaskan penyakit glaucoma
c.    Menjelaskan patofisiologi penyakit glaucoma
d.   Menyebutkan dan menjelaskan penyakit glaucoma
e.    Menjelaskan manifestasi klinik penyakit glaucoma
f.     Menjelaskan pemeriksaan diagnostic penyakit glaucoma
g.    Menjelaskan kompikasi penyakit glaucoma
h.    Menjelaskan penatalaksanaan penyakit glaucoma
i.      Menjelaskan dan menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah penyakit glaucoma





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah suatu kelainan mata berupa rusaknya serabut syaraf optik pada daerah sekitar tempat keluar bola mata. Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus dan menciutnya lapang pandang.
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peningkatan tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata (Sidarta Ilyas,2000).
Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang disebabkan oleh tingginya tekanan bola mata sehingga menyebabkan rusaknya saraf optik yang membentuk bagian-bagian retina retina di belakang bola mata. Saraf optik menyambung jaringan-jaringan penerima cahaya (retina) dengan bagian dari otak yang memproses informasi pengelihatan.
Menurut glaukoma merupakan suatu kumpulan penyakit yang mempunyai karakteristik umum neuropatik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuler adalah satu dari resiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit (Herman, 2010).
Glaukoma bukanlah sebuah penyakit, melainkan kekomplekan dari gangguan tekanan intraokuler yang mana mempunyai karakteristik gejala peningkatan tekanan intraokular pada orang dewasa.
Normalnya, tekanan intraokular adalah 10-20 mmHg. Jika hasil pemeriksaan tekanan bola mata lebih dari 20, maka patut curiga terhadap adanya glaukoma. Apabla hasil menunjukkan angka lebih dari 25, maka dipastikan orang tersebut terkena glaukoma. Tekanan intraokuler menjadi sangat patologik, kadang meningkat secara cepat sampai 60 dan 70 mmHg.
Penegakan diagnosa bisa dengan pemeriksaan tonometri (pemeriksaan tekanan bola mata). Pengukuran tonometri rutin ini penting, untuk mengidentifikasi adanya glaukoma sebelum mata terkena bahaya permanen dari peningkatan tekanan di dalamnya.
Glaukoma biasanya diderita oleh klien yang berumur di atas 40 tahun. Pada orang yang memiliki kecenderungan hereditas glaukoma dalam keluarganya, mereka harus melakukan pengukuran tonometri ritin setiap hari (Luckman, 1980).
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulakan bahwa glaukoma adalah penyakit mata yang terjadi karena peningkatan tekanan bola mata dan mempengaruhi kepekaan atau kejelasan penglihatan.

B.  Etiologi
Terdapat 3 faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu:
1.    Jumlah produksi akuos oleh badan siliar
2.    Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork-kanalis Schlem
3.    Level dari tekanan vena episklera
Peningkatan TIO disebabkan oleh peningkatan tahanan aliran akuos humor. Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler ini disebabkan oleh:
1.    Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
2.    Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Sidharta, 2009):
1.    Umur
Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia.
2.    Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma.Resiko terbesar adalah kakak-adik kemudian hubungan orangtua dan anak-anak.
3.    Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma.Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan di rumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.
4.    Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara rutin lainnya.
5.    Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata.
6.    Riwayat penyakit diabetes (kencing manis), hipertensi, dan migren.
Glaukoma adalah bagian penyakit mata yang menyebabkan proses hilangnya pengelihatan, tetapi proses ini dapat dicegah dengan obat-obatan, terapi laser dan pembedahan. Perlu dicatat bahwa setelah terjadi hilangnya pengelihatan yang disebabkan oleh glaukoma, maka hal ini tidak dapat disembuhkan kembali, maka sangat penting untuk mencegah atau menghentikan proses hilangnya penglihatan ini.

C.  Patofisiologi
Aquous humor secara kontiniu diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus ciliary bilik mata belakang) untuk memberikan nutrien pada lensa. Aquous humor mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler mesh work dan kanal schlem. Tekanan Intra Okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmHg tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) AqH di bilik mata depan. Drainase aqueous melalui sudut kamera anterior yang mengandung jaringan trabekular dan kanal Schlemm dan menuju jaringan vena episklera (Barbara, 1999).
Perjalanan aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular, namun 10% melalui ciliary body face, yang disebut jalur uveoskleral. Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan ekskresi cairan aqueous, maka terdapat tiga faktor utama yang berperan dalam meningkatnya tekanan intraokular, antara lain:
1.    Kecepatan produksi aqueous humor oleh badan siliar
2.    Resistensi aliran aqueous humor melalui jaringan trabekular dan kanal Schlemm
3.    Tekanan vena episklera
Tekanan intraokular normal yang secara umum diterima adalah 10-21 mmHg. Peningkatan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga dapat merusak serabut syaraf optik menjadi iskemik dan mati. Selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan yang dimula dari perifer menuju ke fovea sentralis.Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sidarta, 2009).

D.  Klasifikasi Glaukoma
Banyak sekali pola yang digunakan untuk mengklasifikasikan glaukoma, namun, klasifikasi yang secara luas digunakan adalah glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup, karena pembagian tersebut terfokus pada patofisiologi terjadinya glaukoma dan merupakan titik awal ditentukannya penatalaksanaan klinis yang sesuai.
1.    Klasifkasi Vaughen untuk glaukoma adalah:
a.    Glaukoma Primer
Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak berhubungan dengan penyakit mata atau sistenik yang menyebabkan meningkatnya resistensi aliran aqueous humor. Glaukoma primer biasanya terjadi pada kedua mata.
1)   Glaukoma Sudut Terbuka (Glaukoma Simpleks)
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya dan ditandai dengan sudut bilik mata terbuka. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis dan progresif lambat dengan atrofi dan cupping dari papil nervus optikus dan pola gangguan lapang pandang yang khas. Glaukoma primer sudut terbuka memiliki kecenderungan familial.
Pada umumnya, glaukoma primer sudut terbuka terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Prevalensi juga lebih tinggi pada orang berkulit gelap atau berwarna dibandingkan dengan orang berkulit putih.
Gambaran patologi utama pada glaukoma sudut terbuka adalah proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalan trabekular dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intra okuler.
Tekanan intraokuler merupakan faktor resiko utama untuk glaukoma primer sudut terbuka. Terdapat faktor resiko lain yang berhubungan dengan glaukoma primer sudut terbuka, yaitu; miopia, diabetes mellitus, hipertensi dan oklusi vena sentralis retina.
Sifat onsetnya yang samar serta perjalanannya yang progresif lambat maka timbulnya gejalanya pun lambat dan tidak disadari sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Keluhan pasien biasanya sangat sedikit atau samar, misalnya mata terasa berat, kepala pusing sebelah, dan anamnesis tidak khas lainnya. Biasanya pasien tidak mengeluh adanya halo dan tidak tampak mata merah. Tekanan intraokuler sehari-hari biasanya tinggi atau lebih dari 20 mmHg.  Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atrofi papil serta ekskavasio glaukomatosa. Kerusakan dimulai dari tepi lapang pandang, dengan demikian penglihatan sentral tetap baik, sehingga penderita seolah-olah melihat melalui teropong.
Diagnosis glaukoma primer sudut terbuka ditegakkan apabila ditemukan kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan lapangan pandang disertai peningkatan tekanan intraokuler, sudut kamera anterior terbuka dan tampak normal, dan tidak ditemukan sebab lain yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.
2)   Glaukoma Sudut Tertutup
Pasien yang menderita glaukoma primer sudut tertutup cenderung memiliki segmen anterior yang kecil dan sempit, sehingga menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya pupillary block relatif. Resiko terjadinya hal tersebut meningkat dengan bertambahnya usia, seiring dengan berkembangnya lensa dan pupil menjadi miosis.
a)    Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
Glaukoma primer sudut tertutup akut adalah kondisi yang timbul saat TIO meningkat secara cepat akibat blokade relatif mendadak dari jaringan trabekular. Hal ini dapat menimbulkan manifestasi berupa rasa sakit, penglihatan buram, halo, mual dan muntah. Peningkatan TIO yang tinggi menyebabkan edema epitel kornea yang bertanggung jawab dalam timbulnya keluhan penurunan penglihatan. Tanda-tanda pada glaukoma sudut tertutup akut antara lain:
(1)     TIO yang tinggi
(2)     Pupil yang lebar dan terkadang irreguler
(3)     Edema epitel kornea
(4)     Kongesti pembuluh darah episkleral dan konjungtiva
(5)     Kamera okuli anterior yang sempit
Selama serangan akut, TIO cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan gangguan nervus optikus dan oklusi pembuluh darah retina. Sinekia anterior perifer dapat terbentuk dengan cepat dan TIO yang tinggi menyebabkan terjadinya iskemia sehingga dapat terjadi atrofi sektoral dari iris. Atrofi pada iris menimbulkan pelepasan pigmen iris dan pigmen-pigmen tersebut menempel dan mengotori permukaan iris dan endotel kornea. Akibat iskemia iris, maka pupil dapat berdilatasi dan terfiksasi.
Diagnosis pasti didapatkan dengan gonioskopi. Gonioskopi juga membantu menentukan apakah blokade iris dan jaringan trabekular reversibel atau irreversibel.
b)   Glaukoma Primer Sudut Tertutup Subakut
Glaukoma primer sudut tertutup subakut (intermiten) adalah kondisi yang ditandai dengan adanya penglihatan yang buram, halo, dan rasa sakit yang ringan, disertai dengan peningkatan TIO. Gejala ini membaik dengan sendirinya, terutama selama tidur, dan muncul kembali secara periodik dalam hitungan hari atau minggu. Diagnosis yang tepat dapat dibantu ditegakkan dengan pemeriksaan gonioskopi.
c)    Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronis
Glaukoma primer sudut tertutup kronis merupakan kondisi yang timbul setelah glaukoma sudut tertutup akut atau saat sudut kamera anterior tertutup secara bertahap dan tekanan intraokuler meningkat secara perlahan. Gejala klinisnya serupa dengan glaukoma primer sudut terbuka, yaitu keluhan yang samar, cupping papil nervus optikus yang progresif dan gangguan lapang pandang glaukomatosa. Sehingga, pemeriksaan gonioskopi diperlukan untuk menentukan diagnosis yang tepat.
b.    Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital primer atau infantil adalah glaukoma yang timbul sesaat setelah lahir sampai beberapa tahuh pertama setlah kelahiran. Selain itu, glaukoma kongenital juga dapat timbul menyertai anomali kongenital lainnya.
Glaukoma infantil atau dikenal dengan istilah buphthalmos, dipercaya terjadi akibat displasia dari sudut kamera anterior tanpa disertai abnormalitas okular dan sistemik lainnya. Terdapat dua teori yang menerangkan patofisiologi terjadinya glaukoma infantil, yaitu; terjadi abnormalitas membran atau sel pada jaringan trabekular, sehingga jaringan trabekuler menjadi impermeabel; teori lain mengatakan bahwa terjadi anomali luas pada kamera okuli anterior termasuk insersi abnormal dari muskulus siliaris. Dengan adanya anomali-anomali tersebut, maka aliran aqueous akan terganggua dan terjadi pembendungan aqueous humor, maka akan timbul buphtalmos karena jaringan sklera pada neonatus masih lunak.
Keadaan klinis yang khas dari glaukoma infantil adalah trias klasik pada bayi baru lahir, yaitu; epifora, fotofobia, dan blefarospasme. Diagnosis tergantung dari pemeriksaan klinis yang hati-hati, termasuk pemeriksaan TIO, pengukuran diameter kornea, gonioskopi dan oftalmoskopi.
c.    Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang berhubungan dengan penyakit mata atau sistemik yang menyebabkan menurunnya aliran aqueous humor. Glaukoma sekunder sering terjadi hanya pada satu mata.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya. Glaukoma sekunder dapat terlihat dalam bentuk sudut tertutup maupun sudut terbuka. Kelainan-kelainan tersebut dapat terletak pada:
1)   Sudut bilik mata, akibat goniosinekia, hifema, leukoma adheren dan kontusi sudut bilik mata
2)   Pupil, akibat seklusio dan oklusi relatif pupil
3)   Badan siliar, seperti rangsangan akibat luksasio lensa
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan glaukoma, yaitu:
1)   Uveitis, dimana glaukoma terjadi akibat adanya sinekia anterior maupun posterior, penimbunan sel radang di sudut bilik mata dan seklusio pupil yang biasanya disertai dengan iris bombé.
2)   Pasca trauma serta ulkus kornea, yang mengakibatkan leukoma adheren sehingga bilik mata tertutup dan mengganggu aliran aqueous humor.
3)   Hifema, akan mengakibatkan tersumbatnya sudut bilik mata
Glaukoma yang disebabkan oleh lensa. Katarak yang immatur akan menyerap cairan sehingga ukurannya membesar sehingga menyumbat sudut bilik mata, sedangkan katarak yang hipermatur, lensa akan pecah dan komposisi lensa dapat menyumbat sudut bilik mata. Pascabedah katarak, yang mengakibatkan terbentuknya sinekia dan terbentuknya blokade pupil akibat radang di daerah pupil.
d.   Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma dimana sudah terjadi kebutaan total. Pada glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasio galukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris.
Kelainan mata yang dapat menyebabkan glaukoma antara lain:
1)   Kelainan lensa
2)   Kelainan uvea
3)   Trauma
4)   Pasca bedah
Glaukoma absolut
2.    Berdasarkan lamanya, glaukoma diklasifikasikan sebagai berikut:
1)   Glaukoma Akut
a)    Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b)   Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
c)    Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d)   Manifestasi klinik
(1)     Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala.
(2)     Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
(3)     Tajam penglihatan sangat menurun.
(4)     Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
(5)     Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
(6)     Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
(7)     Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
(8)     Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
(9)     Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
(10) Tekanan bola mata sangat tinggi.
(11) Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e)    Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan. Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f)    Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.
2)   Glaukoma Kronik
a)    Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b)   Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c)    Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d)   Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang akan menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e)    Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk, meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan olahraga dan minum sedikit-sedikit.
E.  Manifestasi Klinis Glaukoma
Menurut Harnawartiaj (2008) umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah:
1.    Mata merasa dan sakit tanpa kotoran.
2.    Kornea suram.
3.    Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
4.    Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
5.    Nyeri di mata dan sekitarnya.
6.    Udema kornea.
7.    Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
8.    Lensa keruh.
Menurut Sidharta Ilyas (2004) glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut:
1.    Tekanan bola mata yang tidak normal
2.    Rusaknya selaput jala
3.    Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat
4.    Berakhir dengan kebutaan

F.   Pemeriksaan Diagnostik
1.    Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
2.    Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmhg.
3.    Pemeriksaan lampu-slit : Lampu-slit digunakan untuk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
4.    Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
5.    Gonioskopi ; adalah suatu cara untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Dengan demikian dapat dibedakan glaucoma sudut terbuka atau sudut tertutup, juda dapat dilihat apakah ada perlekatan iris bagian perifer.
6.    Pemeriksaan Ultrasonografi.
7.    Ultrasonografi adalah gelombang suara yang dapat digunakan unutk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe ultrasonografi yaitu :
8.    A-Scan-Ultrasan.
Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna, mengukur mata untuk pemasangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaucoma congenital.
9.    B-Scan-Ultrasan.
Berguna untuk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain.

G. Komplikasi
Jika tidak diobati, bola mata akan terus membesar dan bisa mengakibatkan kebutaan.

H.  Penatalaksanaan Glaukoma
Tujuan utama terapi glaukoma adalah dengan menurunkan tekanan intraokular serta meningkatkan aliran humor aquos (drainase) dengan efek samping yang minimal. Penangananya meliputi:
1.    Penatalaksanaan Medis
a.    Glaukoma Primer
1)   Pemberian tetes mata Beta blocker (misalnya timolol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau metipranolol) yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan di dalam mata dan TIO.
2)   Pilocarpine untuk memperkecil pupil sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat.
3)   Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine dan carbacol (untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan)
4)   Minum larutan gliserin dan air biasa untuk mengurangi tekanan dan menghentikan serangan glaukoma.
5)   Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya acetazolamide).
6)   Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh darah).
b.    Glaukoma Sekunder
Pengobatan glaukoma sekunder tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah peradangan, diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.
c.    Glaukoma Kongenitalis
Untuk mengatasi Glaukoma kongenitalis perlu dilakukan pembedahan. Apabila obat tidak dapat mengontrol glaukoma dan peningkatan TIO menetap, maka terapi laser dan pembedahan merupakan alternatif.
1)   Terapi Laser
a)    Laser iridotomy melibatkan pembuatan suatu lubang pada bagian mata yang berwarna (iris) untuk mengizinkan cairan mengalir secara normal pada mata dengan sudut sempit atau tertutup (narrow or closed angles).
b)   Laser trabeculoplasty adalah suatu prosedur laser dilaksanakan hanya pada mata-mata dengan sudut-sudut terbuka (open angles). Laser trabeculoplasty tidak menyembuhkan glaukoma, namun sering dilakukan daripada meningkatkan jumlah obat-obat tetes mata yang berbeda-beda. Pada beberapa kasus-kasus, dia digunakan sebagai terapi permulaan atau terapi utama untuk open-angle glaukoma. Prosedur ini adalah metode yang cepat, tidak sakit, dan relatif aman untuk menurunkan tekanan intraocular. Dengan mata yang dibius dengan obat-obat tetes bius, perawatan laser dilaksanakan melalui lens kontak yang berkaca pada sudut mata (angle of the eye). Microscopic laser yang membakar sudut mengizinkan cairan keluar lebih leluasa dari kanal-kanal pengaliran.
c)    Laser cilioablation (juga dikenal sebagai penghancuran badan ciliary atau cyclophotocoagulation) adalah bentuk lain dari perawatan yang umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan bentuk-bentuk yang parah dari glaukoma dengan potensi penglihatan yang miskin. Prosedur ini melibatkan pelaksanaan pembakaran laser pada bagian mata yang membuat cairan aqueous (ciliary body). Pembakaran laser ini menghancurkan sel-sel yang membuat cairan, dengan demikian mengurangi tekanan mata.
2)   Terapi Pembedahan
a)    Trabeculectomy adalah suatu prosedur operasi mikro yang sulit, digunakan untuk merawat glaukoma. Pada operasi ini, suatu potongan kecil dari trabecular meshwork yang tersumbat dihilangkan untuk menciptakan suatu pembukaan dan suatu jalan kecil penyaringan yang baru dibuat untuk cairan keluar dari mata. Untk jalan-jalan kecil baru, suatu bleb penyaringan kecil diciptakan dari jaringan conjunctiva (conjunctival tissue). Conjunctiva adalah penutup bening diatas putih mata. Filtering bleb adalah suatu area yang timbul seperti bisul yang ditempatkan pada bagian atas mata dibawah kelopak atas. Sistim pengaliran baru ini mengizinkan cairan untuk meninggalkan mata, masuk ke bleb, dan kemudian lewat masuk kedalam sirkulasi darah kapiler (capillary blood circulation) dengan demikian menurunkan tekanan mata. Trabeculectomy adalah operasi glaukoma yang paling umum dilaksanakan. Jika sukses, dia merupakan alat paling efektif menurunkan tekanan mata.
b)   Viscocanalostomy adalah suatu prosedur operasi alternatif yang digunakan untuk menurunkan tekanan mata. Dia melibatkan penghilangan suatu potongan dari sclera (dinding mata) untuk meninggalkan hanya suatu membran yang tipis dari jaringan melaluinya cairan aqueous dapat dengan lebih mudah mengalir. Ketika dia lebih tidak invasiv dibanding trabeculectomy dan aqueous shunt surgery, dia juga bertendensi lebih tidak efektif. Ahli bedah kadangkala menciptakan tipe-tipe lain dari sistim pengaliran (drainage systems). Ketika operasi glaukoma seringkali efektif, komplikasi-komplikasi, seperti infeksi atau perdarahan, adalah mungkin. Maka, operasi umumnya dicadangkan untuk kasus-kasus yang dengan cara lain tidak dapat dikontrol.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GLAUKOMA

A.  Pengkajian
1.    Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah:
2.    Identitas / Data Biografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
3.    Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
4.    Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.
5.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak); kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.

B.  Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1.    Nyeri b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
Tujuan: Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil:
a.    Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
b.    Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
c.    Ekspresi wajah rileks
Intervensi:
a.    Kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
b.    Kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
c.    Anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
d.   Atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
e.    Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan tio
f.     Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
g.    Berikan analgesik sesuai anjuran
2.    Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d gangguan penerimaan; gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil :
a.    Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.
b.    Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
a.    Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan.
Rasional : Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi kemungkinan/mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total.
b.    Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/ kemungkinan kehilangan penglihatan.
Rasional: Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi.
c.    Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis.
Rasional: Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
d.   Lakukan tindakan untuk membantu pasien yang mengalami keterbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
Rasional: Menurunkan bahaya keamanan b/d perubahan lapang pandang atau kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil thd sinar lingkungan
e.    Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi.
Rasional: Memisahkan badan siliar dr sclera untuk memudahkan aliran keluar akueus humor.
3.    Ansietas b.d faktor fisiologis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
a.    Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun   sampai tingkat  dapat diatasi.
b.    Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah.
c.    Pasien menggunakan sumber secara efektif.
Intervensi:
a.    Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus insietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol TIO.
b.    Berikan informasi yang akurat dan jujur.
Rasional: Menurunkan ansiets b/d ketidak tahuan / harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan info ttg pengobatan.
c.    Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional: Memberi kesempatan pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah.
d.   Identifikasi sumber/orang yang menolong.
Rasional: Memberikan keyakinan bhw pasien tdk sendiri dlm menghadapi masalah.
4.    Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan: Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
a.    Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan                    pengobatan.
b.    Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit.
c.    Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi:
a.    Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,                       
b.    Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
Rasional: Meningkatkan keefektifan pengobatan. Memberikan kesempatan pasien menunjukan kompetensi dan menanyakan pertanyaan.
c.    Izinkan pasien mengulang tindakan.
d.   Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
Rasional: Penyakit ini dapat di control dan mempertahankan konsistensi program obat adalah control vital. Beberapa obat menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan penglihatan tambahan
e.    Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan  (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur, dll).
Rasional: Dapat mempengaruhi rentang dari ketidak nyamanan sampai ancaman kesehatan berat.
f.     Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup.
Rasional: Pola hidup tenang menurunkan respon emosi thd stres, mencegah perubahan okuler yang mendorong iris kedepan, yang dpt mencetuskan serangan akut.
g.    Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
Rasional: Dapat meningkatkan TIO yang mencetuskan serangan akut.
h.    Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan   berserat.
Rasional: Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari konstipasi.
i.      Tekankan pemeriksaan rutin.
Rasional: Untuk mengawasi kemajuan penyakit dan memungkinkan intervensi dini dan mencegah kehilangan penglihatan lanjut.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Kumpulan artikel tentang glaukoma. Available from : http://puskesmassimpangempat.wordpress.com/2009/08/14/kumpulan-artikel-tentang-glaukoma.
Anonim. 2007. World Glaucoma Day (hal 1-2). Available from http :  www.mazdabalikpapan.com/asuhan-keperawatan-pada-penyakit-mata-glukoma.html.
Anonim. 2008. Askep Glaukoma. Available from http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/glaukoma-2.
Barbara, dkk. 1999. Keperawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta.
Hartono. 2007. Oftalmoskopidasar dan klinis. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Herman. 2010. Prevalensi kebutaan akibat glaukoma. Available from http:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6399/1/10E00177.pdf.
Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
Ilyas, Sidarta. 2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Pustaka.
Ilyas, Sidarta. 2004. Masalah kesehatan mata anda dalam pertanyaan- pertanyaan. Edisi 2. Jakarta : FKUI.
Luckman & Sorensen. 2004. Medical-Surgical Nursing a Psychophysiologic Approach. United States of America: W.B. Sunders Company (1986-1990).
Marilynn, dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar