Jumat, 20 April 2012

Ovarian Induced bleeding


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ketika seorang wanita mengalami perdarahan yang abnormal atau tidak terjadi perdarahan, masalah yang ada berhubungan dengan fungsi yang abnormal dan hipothalamus-hipofisis yang menyebabkan supresi produk gonadotropin, ovarian-induced bleeding oleh karena anovulasi, kegagalan menyamakan produk gonadotropin dan estrogen yang menyebabkan kegagalan ovulasi. Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal baik dari segi jumlah, frekuensi dan lamanya terjadi baik di dalam maupun di luar siklus haid dan merupakan gejala klinis yang semata-mata karena suatu gangguan fungsional mekanisme kerja poros hipothalamus-hipofisisovarium-endometrium tanpa adanya kelainan organik alat reproduksi. Angka kejadian PUD cukup tinggi karena hampir selalu terjadi pada setiap wanita di mana PUD sering terjadi pada usia perimenars dan perimenopause meskipun usia reproduksi pun tidak jarang mengalami PUD.

B.     Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.      Mahasiswa mengetahui etiologi dari PUD.
2.      Mahasiswa mengetahui diagnosis dari PUD.
3.      Mahasiswa mengetahui penanganan PUD.
4.      Mahasiswa mengetahui kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh pasien yang mengalami PUD.
5.      Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebutuhan dasarnya.





BAB II
KONSEP PENYAKIT


A.    Pengertian
Perdarahan bukan haid yaitu perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Perdarahan ini tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua dinamakan menometroragia. Keduanya dapat disebabkan oleh kelainan genital atau oleh kelinan fungsional.
Perdarahan disfungsional yaitu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organic atau juga disebut disfungsional uteri bleeding (DUB) (Wiknjosastro, H. 1999 ).
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal baik dari segi jumlah, frekuensi, dan lamanya yang terjadi baik di dalam maupun di luar siklus haid dan merupakan gejala-gejala klinis yang semata-mata karena suatu gangguan fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis ovariumendometrium tanpa adanya kelainan organik alat reproduksi (Alaydrus, 2006).

B.     Penyebab dan Faktor Predisposisi
Penyebab dari DUB yaitu selain dari sebab-sebab organik antara lain, adanya kelinan pada :
1.      Serviks uteri seperti polipus servisis uteri, ulkus pada porsoi uteri, karsinoma servisis uteri.
2.      Korpus uteri seperti polip endometrium, abortus imminens, sarcoma uteri, karsinoma korpus uteri
3.      Tuba fallopi seperti KET, radang tuba, tumor tuba.
4.      Ovarium seperti radang ovarium, tumor ovarium
Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.
C.    Patofisiologi
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus ovulatorik, anovulatorik maupun pada keadaan dengan folikel persisten. Pada siklus ovulatorik, perdarahan dapat dibedakan menjadi:
1.      Perdarahan pada pertengahan siklus
a.       Perdarahan yang terjadi sedikit dan singkat.
b.      Penyebabnya karena rendahnya kadar estrogen.
2.      Perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium
a.       Biasanya terjadi banyak, memanjang.
b.      Penyebabnya adanya korpus luteum persisten, kadar estrogen rendah sedang progesteron terus terbentuk.
3.      Perdarahan bercak, pra haid dan pasca haid
Hal ini disebabkan insufisiensi korpus luteum sedangkan pasca haid disebabkan oleh karena defisiensi estrogen sehingga regenerasi endometrium terganggu.
Pada siklus anovulatorik, dasar perdarahan pada keadaan ini adalah tidak adanya ovulasi karena tidak terbentuk korpus luteum yang disebabkan oleh defisiensi progesteron dan kelebihan estrogen. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatorik gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskuler, vasomotorik, atau hematologik yang mekanismenya belum seberapa dimengerti sedangkan perdarahan anovulatorik biasanya bersumber dari gangguan endokrin. Perdarahan yang terjadi dapat normal, sedikit atau banyak dengan siklus yang teratur atau tidak teratur. Perdarahan uterus disfungsional pada keadaan folikel persisten sering dijumpai pada masa perimenopause dimana terjadi hiperplasi endometrium oleh karena pengaruh estrogen baik jenis adenomatosa maupun atipik. Mula-mula haid biasa kemudian terjadi perdarahan bercak yang selanjutnya dan diikuti perdarahan yang makin banyak terus-menerus dan disertai gumpalan.



D.    Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dapat dilihat dari jenis perdarahannya antara lain :
1.      Perdarahan Ovulatorik
a.       Poligomenorea atau oligomenorea.
b.      Kurve suhu badan basal yang mengalami perubahan.
c.       Apabila perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa sebab organik maka dilihat etiologinya : korpus luteum persistens, insufisiensi korpus luteum, apopleksia uteri, kelainan darah.
2.      Perdarahan Anovulatorik
a.       Perdarahan bersifat siklik, kadang tidak teratur sama sekali.
b.      Endometrium bersifat hyperplasia kistik karena pengaruh estrogen.

E.     Pemeriksaan Penunjang
1.      USG.
2.      Pemeriksaan sediaan endometrium dengan kerokan atau swab.
3.      Tes darah.















F.     Pathways















                                            


                                                                         




                                          


      







BAB III
KONSEP KEBUTUHAN DASAR
CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A.    Pengertian
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau kekurangan (Tarwoto, 2003).

B.     Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi dari jaringan kulit dan elektrolit dalam tubuh

2. Fisiologi Cairan dan Elektrolit dalam tubuh
Rata-rata masukan air memasuki traktus gastrointestinal sebagai air liur, getah lambung, empedu, getah pankreas dan getah intestinal. Air berpindah menyeberangi dinding usus dengan cara osmosis bila yang aktif secara osmotif misal Na+ dan Cl diabsorbsi, air mengikuti dibelakangnya dan bila subtansi diekskresi ke dalam lumen atau bila zat yang tidak dapat dapat diabsorbsi terdapat dalam makanan, air mengalir dari sel atau antar sel dalam lumen. Aliran cairan dari usus sebagian besar dirangsang oleh Na+ dan Cl tetapi pada setiap kasus  “pompa” Na+ dan K+ (Na+ -K-ATPase) yang terletak pada basolateral membran sel merupakan peristiwa aktif menjaga konsentrasi Na+ dalam sel rendah dan potensial sel tinggi.

C.    Konsep Dasar
1.      Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.
a.       Usia; usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan berat badan.
b.      Temperatur lingkungan; dalam lingkungan dengan panas berlebihan, seseorang dapat kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 gram/ hari.
c.       Diet; pada saat tubuh kekurangan nutrisi maka akan memecah cadangan energi, proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari intersisial ke intra selular.
d.      Stress; stress dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air.
e.       Sakit; pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormon, akan mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.      Pergerakan Cairan Tubuh
Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui tiga proses yaitu :
a.       Difusi adalah proses dimana partikel yang terdapat dalam cairan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh ukuran molekul, konsentrasi larutan dan temperatur.
b.      Osmosis adalah bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui membran semi permeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.
c.       Transport aktif adalah bergeraknya bahan dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi karena adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung.
3.      Pengaturan Keseimbangan Cairan
a.       Rasa dahaga.
b.      ADH (Anti Diuretik Hormon).
c.       Aldosteron
d.      Prostaglandin
e.       Glukokortikoid
4.      Cara Pengeluaran Cairan
Pengeluaran cairan terjadi melalui organ-organ antara lain : ginjal, kulit, paru, gastrointestinal.
5.      Pengaturan Elektrolit
a.       Natrium (sodium)
1)      Merupakan kation paling banyak yang terdapat pada cairan ekstrasel.
2)      Na+ mempengarui keseimbangan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot.
3)      Sodium diatur oleh intake garam, aldosteron dan pengeluaran urin. Normalnya antara 35-45 mEq/ lt.
b.      Kalium (potasium)
1)      Merupakan kation utama cairan intrasel.
2)      Berfungsi sebagai exitability neuromuskuler dan kontraksi otot.
3)      Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesa protein, pengaturan keseimbangan cairan asam basa, karena ion K+ dapat diubah menjadi ion hidrogen (H+). Nilai normalnya 3,5-5,5 mEq/lt.


c.       Kalsium
1)      Berguna untuk integritas kulit dan struktur sel, konduksi jantung, pembekuan darah, dan pembentukan tulang dan gigi.
2)      Kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid.
3)      Hormon paratiroid mengabsorpsi kalsium melalui gastrointestinal, sekresi melalui ginjal.
4)      Hormon thirocalsitonin menghambat penyerapan Ca++ tulang.
d.      Magnesium nilai normalnya 1,5-2,5 mEq/ lt.
e.       Chlorida terdapat pada cairan ekstrasel dan intrasel, nilai normalnya 95-105 mEq/ lt.
f.       Bikarbonat adalah buffer kimia utama dalam tubuh.
g.      Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel.
6.      Masalah Keseimbangan Cairan
a.       Hipovolemik
Adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstra seluler (CES) dan dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik.
Mekanisme kompensasinya adalah peningkatan rangsangan saraf simpatik ( peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan aldosteron.
b.      Hipervolemik
Adalah penambahan/ kelebihan volume CES dapat terjadi pada saat :
1)      Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.
2)      Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
3)      Kelebihan pemberian cairan.
4)      Perpindahan cairan intersisiel ke plasma.
7.      Ketidakseimbangan Asam Basa
a.       Asidosis respiratorik karena PCO3 berlebih dalam sistem pernafasan.
b.      Alkalosis respiratorik karena PCO3 kurang dari 35 mmHg di dalam arteri.
c.       Alkalosis metabolik, kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa pada cairan tubuh.
d.      Asidosis metabolik, kehilangan basa atau HCO3 turun di bawah 22 mmHg.
Perbandingan antara bikarbonat, pH, dan PaCO3 pada gangguan asam basa :
Gangguan asam basa
HCO3 plasma
pH plasma
PaCO3 plasma
Asidosis metabolik
¯
¯
¯
Alkalosis metabolik
­
­
­
Asidosis respiratorik
­
¯
­
Alkalosis respiratorik
¯
­
¯





BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KEBUTUHAN DASAR
CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A.    Pengkajian
1.      Riwayat Keperawatan
a.       Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral).
b.      Tanda umum masalah elektrolit.
c.       Tanda kekurangan dan kelebihan cairan.
d.      Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan elektrolit.
e.       Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status cairan.
f.       Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial.
g.      Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu pengobatan.
2.      Pengukuran Klinik
a.       Berat badan
Kehilangan atau bertambahnya berat badan menunjukkan adanya masalah keseimbangan cairan.
1)      + 2 % termasuk kategori ringan.
2)      + 5 % termasuk kategori sedang.
3)      + 10 % termasuk kategori berat
Pengukuran dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
b.      Keadaan umum
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi dan pernafasan serta tingkat kesadaran.
c.       Pengukuran masukan cairan
1)      Cairan oral : NGT dan oral.
2)      Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV.
3)      Makanan yang cenderung mengandung air.
4)      Irigasi kateter atau NGT.
d.      Pengukuran keluaran cairan
1)      Urin : volune, kejernihan atau kepekatan.
2)      Feses : jumlah dan konsistensinya.
3)      Muntah
4)      Tube drainase dan IWL
e.       Ukur keseimbangan cairan dengan akurat, normalnya sekitar + 200 cc.
3.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada :
a.       Integumen : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetanii dan sensasi rasa.
b.      Kardiovaskuler : distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi jantung.
c.       Mata : cekung, air mata kering.
d.      Neurologi : refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e.       Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bising usus.
4.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, pH, berat jenis urin, dan analisa gas darah.

B.     Diagnosa Keperawatan
Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan disfungsional pada uteri.

C.    Fokus Intervensi dan Rasional
Tujuan yang diharapkan :
1.      Mempertahankan keseimbangan cairan.
2.      Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin adekuat, tekanan darah stabil, membran mukosa mulut lembab, turgor kulit baik.
3.      Secara verbal pasien mengatakan penyebab kekurangan cairan dapat teratasi.
Intervensi
1.      Ukur dan catat setiap 4 jam :
a.       Intake dan output cairan.
b.      Monitor turgor kulit.
c.       Tanda-tanda vital.
d.      Monitor IV infus.
e.       Elektrolit, BUN, hematokrit, dan hemoglobin.
f.       Berat badan.
g.      Status mental.
Rasionalnya : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan.
2.      Berikan makanan dan minuman.
Rasionalnya : memenuhi kebutuhan makan dan minum.
3.      Berikan pengobatan untuk anti muntah.
Rasionalnya : menurunkan pergerakan usus dan muntah.
4.      Berikan support verbal dalam pemberian cairan.
Rasionalnya : meningkatkan konsumsi yang lebih.
5.      Lakukan kebersihan mulut sebelum makan.
Rasionalnya : meningkatkan nafsu makan.
6.      Ubah posisi pasien setiap 4 jam
Rasionalnya : meningkatkan sirkulasi.
7.      Berikan pendidikan kesehatan tentang :
a.       Intake dan output cairan.
b.      Tanda dan gejala dehidrasi.
c.       Terapi yang diberikan.
Rasionalnya : meningkatkan informasi kepada pasien dan kerja samanya.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. S DENGAN DISFUNGSIONAL UTERUS BLEEDING
DI RUANG BOUGENVILLE RSUD TUGUREJO
SEMARANG

A.    PENGKAJIAN
1.      Biodata
a.       Identitas pasien
1)      Nama pasien                            : Ny. Suparmi
2)      Umur                                       : 37 tahun
3)      Jenis kelamin                           : Perempuan
4)      Suku bangsa                            : Jawa
5)      Agama                                     : Islam
6)      Status perkawinan                   : Menikah
7)      Pendidikan                              : SLTP
8)      Pekerjaan                                 : Ibu rumah tangga
9)      Alamat                                    : Jl. Sri Yatno Rt. 04/IV Kel. Purwoyoso kec. Ngaliyan
10)  Tanggal masuk                        : 17 Juni 2006
11)  No. Register                            : 0606170001
12)  Diagnosa medik                      :  Disfungsional Uterus Bleeding (DUB)
b.      Penanggung jawab
1)      Nama                                       : Tn. Purnomo
2)      Umur                                       : 33 tahun
3)      Jenis kelamin                           : laki-laki
4)      Pendidikan                              : SLTP
5)      Pekerjaan                                 : Swasta
6)      Hubungan dengan pasien        : Suami

2.      Riwayat kesehatan
a.       Keluhan utama                              :
Perdarahan pada jalan lahir.
b.      Riwayat penyakit sekarang           :
1)      Alasan dirawat di rumah sakit            :
Pasien dirawat di Rumah Sakit karena adanya perdarahan hebat dari jalan lahir.
2)      Faktor pencetus                       :
Adanya uterus miomatosus.
3)      Lamanya keluhan                    :
Pasien mengatakan sudah mengalami perdarahan selama ± 1 bulan.
4)      Timbulnya keluhan                  :
Perdarahan muncul sejak 1 bulan yang lalu.
5)      Upaya yang dilakukan                        :
Memeriksakan diri ke Puskesmas setempat, mencari tahu informasi tentang perdarahan yang dialaminya pada tenaga kesehatan di lingkungan tempat tinggalnya.
c.       Riwayat perawatan dan kesehatan dahulu :
Pernah memeriksakan ke dokter spesialis kandungan (SpOG), pernah operasi appendisitis di RSUD TUGUREJO.
d.      Riwayat kesehatan keluarga         :
Keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit kronis atau penyakit keturunan, seperti: Diabetes Mellitus, kelainan sel darah, dan lain-lain.
3.      Pengkajian fisik
a.       Penampilan atau keadaan umum
Pada tanggal 17 Juni 2006 keadaan umum lemah.
Pada tanggal 18 Juni sampai dengan tanggal 23 Juni 2006 keadaan umum baik.
b.      Tingkat kesadaran : Composmentis
c.       Tanda-tanda vital  :
1)      Tanggal 19 Juni 2006        : TD 115/ 70 mmHg; Nadi 80 x/menit; RR 20 x/menit; Suhu 370C.
2)      Tanggal 20 Juni 2006        : TD 120/ 70 mmHg; Nadi 112 x/menit; RR 58 x/menit; Suhu 37,50C.
3)      Tanggal 21 Juni 2006        : TD 140/80 mmHg; Nadi 114 x/menit, RR 58 x/menit; Suhu 37,50C.
4)      Tanggal 22 Juni 2006        : TD 120/70 mmHg; Nadi 112 x/menit; RR57 x/menit; Suhu 390C.
5)      Tanggal 23 Juni 2006        : TD 120/80 mmHg; Nadi 110 x/menit; RR 56 x/menit; Suhu 37,50C.
d.      Pengukuran Antropometri                        : TB 155 cm; BB 41 Kg
e.       Kepala                                           : bentuk simetris dan tidak ada luka.
1)      Rambut           : hitam bergelombang, ketebalan cukup dan bersih.
2)      Mata                : konjungtiva mata tidak anemis, masih mampu melihat dengan baik, tidak memakai alat bantu kacamata, dan tidak ada sekret.
3)      Hidung            : kebersihan hidung baik, tidak ada nafas cuping hidung, pemakaian oksigen pada tanggal 22 Juni 2006.
4)      Telinga            : pendengaran baik tidak ada nyeri ataupun sekret serta tidak ada pembengkakan dan tidak menggunakan alat bantu dengar.
5)      Mulut              : keadaan bibir kering atau tidak lembab, mukosa mulut agak kering, tidak ada bau mulut, kebersihan gigi dan gusi baik.
f.       Genital
Kebersihan daerah genital dilakukan bidan/ perawat wanita
g.      Ekstremitas
1)      Kuku bersih, kulit cerah dan turfor kulit cukup, tidak ada edema.
2)      Capilarry refill kurang.
3)      Terpasang infus; tidak ada tanda-tanda infeksi pada daerah tusukan infus, tidak ada nyeri pada daerah tusukan infus.
h.      Kulit
4.      Data Penunjang
a.       Hasil pemeriksaan penunjang
1)      Pemeriksaan laborat
a)      Lab klinik rutin : phisis : warna putih, kekeruhan : jernih; pH : 5,0; kimia : protein negatif, reduksi negatif.
b)      Pemeriksaan kadar Hb dalam darah : tanggal 21 Juni 2006 kadar Hb 7,9 g/dl; pada tanggal 22 Juni 2006 kadar Hb 9,1 g/dl sampai sekarang (tanggal 23 Juni 2003).
2)      Pemeriksaan Radiologi tidak ada
b.      Diit yang diperoleh : tidak ada pantangan makanan.
c.       Therapy : Ampicilin, OBH sirup diminum 3 x sehari, NaCl diberikan 20 tts/ menit, Natabion diberikan 2x1 hari, cipro diberikan 3x1 hari, kalnex 3x1 hari, terpasang PRC (Packed Red Cell)

B.     Pengelompokan Data
1.      Data Subyektif
a.       Pasien mengatakan badan terasa lemas.
b.      Pasien mengatakan merasa haus dan ingin minum.
c.       Pasien mengatakan sesak nafas sulit untuk batuk (pada tanggal 22 Juni 2006).
d.      Pasien mengatakan berat badannya turun.
2.      Data Obyektif
a.       Pasien tampak lemah.
b.      Pasien turgor kulitnya tampak kurang.
c.        Berat badan turun atau kurang.


C.    Analisa Data
No
DATA FOKUS
MASALAH KEPERAWATAN
ETIOLOGI
TT
1
DS : pasien mengatakan lemas, pasien mengatakan ingin minum, pasien mengatakan berat badannya turun.
DO : pasien tampak lemah, turgor kulit kurang baik, Hb rendah < normal, berat badan kurang.
Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit
Perdarahan


D.    Diagnosa Keperawatan
Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan disfungsional pada uterus.
E.     Rencana Keperawatan
Tujuan :
1.             Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.             Menunjukkan adanya keseimbangan cairan den elektrolit yang adekuat.
3.             Secara verbal pasien mengatakan kekurangan cairan dapat teratasi.
Intervensi dan Rasionalnya :
1.      Ukur dan catat setiap 4 jam : intake dan output cairan, monitor turgor kulit, tanda-tanda vital, monitor IV infus, berat badan.
Rasionalnya : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan.
2.      Berikan atau pasang infus
Rasionalnya : untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta memudahkan dalam memberikan obat injeksi IV.
3.      Berikan makanan dan minuman
Rasionalnya : memenuhi kebutuhan makan dan minum.
4.      Berikan pengobatan untuk anti muntah.
Rasionalnya : menurunkan pergerakan usus dan muntah.
5.      Berikan support verbal dalam pemberian cairan
Rasionalnya : meningkatkan konsumsi yang lebih.
6.      Lakukan kebersihan mulut sebelum makan.
Rasionalnya : maningkatkan nafsu makan.
7.      Ubah posisi pasien setiap 4 jam
Rasionalnya : meningkatkan sirkulasi.
8.      Berikan pendidikan kesehatan tentang :
a.       Intake dan Output cairan.
b.      Tanda dan gejala dehidrasi.
c.       Terapi
Rasionalnya : meningkatkan informasi dan kerja sama.

BAB V
PEMBAHASAN
(ANALISA SINTESA)

A.    Data Fokus
1.      Data Subyektif
Pasien mengatakan lemas, pasien mengatakan ingin minum, pasien mengatakan berat badannya turun.
2.      Data Obyektif
Pasien tampak lemah, turgor kulit kurang baik, Hb rendah < normal, berat badan pasien kurang.
B.     Masalah Keperawatan
Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit.
C.    Rencana Tindakan
Pemberian cairan dan elektrolit melalui infus.
D.    Prosedur Tindakan dan Rasionalnya
1.                  Cuci tangan.
Raionalnya : mengurangai transmisi mikroorganisme.
2.                  Atur peralatan disamping yang bebas di atas meja tempat tidur.
Rasionelnya : mengurangi resiko kontaminasi dan kecelakaan.
3.                  Buka kemasan steril dengan teknik aseptik.
Rasionalnya : mencegah kontaminasi pada objek steril.
4.                  Untuk pemberian cairan IV :
a.       Periksa larutan menggunakan lima benar pemberian obat.
Rasionalnya : pemberian obat harus hati-hati dan harus diperiksa dengan benar untuk mengurangi resiko kesalahan.
b.      Bila menggunakan larutan IV dalam botol, lepaskan penutup logam dan lempeng karet dan logam di bawah penutup, untuk kantong larutan IV plastik lepaskan lapisan plastik di atas port selang IV.
Rasionalnya : memungkinkan masuknya selang infus ke dalam larutan.
c.       Buka set infus, mempertahankan sterilitas pada kedua ujung.
Rasionalnya : mencegah bakteri memasuki peralatan infus dan aliran darah.
d.      Pasang klem rol sekitar 2-4 cm di bawah bilik drip dan pindahkan klem rol pada posisi off.
Rasionalnya : jarak terdekat klem rol ke bilik drip memungkinkan pengaturan kecepatan aliran lebih akurat.
e.       Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol cairan.
Rasionalnya : untuk memasukkan selang infus ke dalam botol atau kantong cairan.
f.       Isi selang infus.
Rasionalnya : untuk mencegah udara masuk ke dalam selang.
5.                  Pilih jarum IV yang tepat
Rasionalnya : perlu untuk pungsi vena dan memasukkan cairan IV.
6.                  Pilih tempat distal vena yang digunakan.
Rasionalnya : bila terjadi sklerosis atau kerusakan vena, tempat proksimal dari vena yang sama masih dapat digunakan.
7.                  Bila terdapat banyak rambut pada tempat penusukan perlu dihilangkan.
Rasionalnya : mengurangi resiko kontaminasi dari bakteri pada rambut.
8.                  bila mungkin letakkan ekstremitas pada posisi dependen.
Rasionalnya : memungkinkan dilatasi vena dan visibilitas.
9.                  Letakkan torniket 10-12 cm di atas tempat penusukan.
Rasionalnya : tidak terdapatnya aliran arterial menghambat pengisian vena.
10.  Kenakan sarung tangan sekali pakai, pelindung mata dan masker dapat digunakan.
Rasionalnya : untuk proteksi diri.
11.  Letakkan ujung adapter jarum perangkat infus dekat dengan kassa steril atau handuk.
Rasionalnya : memungkinkan penghubungan infus yang cepat.
12.  Pilih vena yang terdilatasi baik.
Rasionalnya : memungkinkan mendapatkan tempat penusukan yang baik.
13.  Disinfeksi lokasi tusukan.
Rasionalnya : mengurangi resiko kontaminasi bakteri di kulit.
14.  Lakukan pungsi vena lalu tusukkan jarum.
Rasionalnya : mengurangi resiko tertusuknya dinding vena posterior.
15.  Perhatikan keluarnya darah melalui selang jarum kupu-kupu atau bilik flashback ONC. Jangan menusukkan kembali stilet bila telah melepasnya.
Rasionalnya : penusukan kembali stilet dapat menyebabkan kerusakan kateter dalam vena.
16.  Tahan kateter dengan satu tangan, lepaskan torniket dan lepaskan stilet dari ONC.
Rasionalnya : memungkinkan aliran vena, mengurangi aliran balik darah.
17.  Lepaskan klem roler untuk memulai infus pada kecepatan yang ditentukan.
Rasionalnya : mencegah pembekuan vena serta obstruksi aliran larutan.
18.  Amankan/ viksasi kateter atau jarum IV
Rasionalnya : agar tidak terjadi pergeseran dari jarum IV.
19.  Atur kecepatan tetesan yang tepat.
Rasionalnya : mempertahankan aliran IV yang tepat.
20.  Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan serta ukuran jarum pada balutan.
Rasionalnya : memberikan kecepatan akses data.
21.  Lepaskan sarung tangan, singkirkan alat-alat dan cuci tangan.
Rasionalnya : mengurangi transmisi mikroorganisme.
22.  Catat pada catatan perawatan.
Rasionalnya : mencatat pemberian terapi.
E.     Hasil Observasi/ Pengamatan
Semua prosedur tindakan dilakukan perawat akan tetapi perawat tidak melakukan cuci tangan sebelum melakukan tindakan serts tidak memakai hanscoon.
F.     Pembahasan/ Analisa Sintesa
1.      Perawat belum mencuci tangan sebelum melakukan tindakan disebabkan karena untuk mempersingkat waktu karena tindakan perawat banyak, sudah terbiasa tidak cuci tangan dahulu sebelum tindakan.
Resikonya : dapat terjadi transmisi mikroorganisme.
Modifikasinya : diberikan tambahan informasi kepada perawat, pemasangan prosedur tetap pada ruangan setiap tindakan harus diawali dan diakhiri dengan mencuci tangan agar perawat dapat diingatkan oleh pasien atau yang menunggu.
2.      Pemakaian handscoon sering dilupakan perawat karena persediaan handscoon sekali pakai terbatas dan membutuhkan waktu untuk memakai dan melepas
Resikonya : proteksi diri perawat kurang sehingga resiko tertularnya suatu penyakit sangat besar.
Modifikasinya : disediakan dana tersendiri untuk pembelian handscoon sekali pakai, apabila tidak ada dana dapat memakai handscoon yang bekas kemudian dicuci sampai bersih dan didisinfeksi.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas yang kami sampaikan dapat diambil kesimpulan bahwa dalam melakukan tindakan keperawatan diperlukan ketelitian dan ketaatan terhadap prosedur tetap tindakan ataupun yang telah dimodifikasi supaya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat benar-benar profesional serta mengurangi semua resiko yang mungkin terjadi dalam melakukan suatu tindakan keperawatan. Selain itu kerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam suatu instansi yang baik dapat meningkatkan kinerja dan profesionalisme yang tinggi.
B.     Saran
Instansi kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar lebih ditingkatkan agar derajat kesehatan masyarakat lebih tinggi serta penghargaan masyarakat untuk tenaga kesehatan bisa lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Alaydrus, N. 2006. Perdarahan Uterus Disfungsional. Retrieved from http//www.sisroom.blogspot.com
Anonim. 2006. Kebutuhan Cairan dan Elektrolit. Retrieved from http//www. sisroom.blogspot.com
Despopoulos, A., Silbergnagl, S. 1998. Atlas Berwarna & Teks Fisiologi. Jakarta : Hipokrates
Kusyati, E,. Wahyuningsih, R.D., Fuauziyah, N. 2003. Keterampilan dan Prosedur Perawatan Dasar. Semarang : Akper Karya Husada
Tarwoto, Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar