Jumat, 02 Desember 2011


A.    RESUME JURNAL

Judul jurnal  Perbedaan efektivitas perawatan luka menggunakan madu dengan metronidazole terhadap tingkat malodor dan jumlah eksudat luka maligna di RS.X Jakarta

1.      Nama peneliti
Dudut tanjung*, Elly Nurachman**, Hanny handayani ***

2.      Tempat dan waktu penelitian
Tempat : Rs. X, jakarta
Waktu Penelitian : bulan Juni 2007

3.      Metode penelitian
Desain penelitian ini adalah kuasi eksperiment dengan non equivalent pretest-posttest controlled group design. Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode consective sampling dengan kriteria pasien luka maligna stadium lanjut, laki-laki dan perempuan berusia 23-59 tahun. Luas luka 4 cm.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 10 kali dari 12 (83,3%) di klinik perawatan luka dan 2 dari 12 (16,7%) di ruang bangsal kanker Dharmais. Responden di bagi dalam 2 kelompok studi, yaitu kelompok A adalah kelompok intervensi yang mendapatkan madu sebagai topikal perawatan luka, sementara kelompok B adalah kelompok kontrol yang mendapatkan metronidazole sebagai agen topikal perawatan luka.
Selanjutnya merawat luka maligna dengan madu atau metronidazole sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Setelah tiga hari kemudian tingkat malodor dan jumlah eksudat diukur kemudian dicatat pada format yang tersedia. Pengambilan data kembali dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran sebelumnya pada hari ke 3 dan hari ke 6. Setelah pengambilan data selesai, dilanjutkan dengan menganalisis efektifitas madu dan metronidazole dalam menurunkan alodor dan jumlah eksudat dengan menggunakan uji t test.



4.      Hasil penelitian
Perawatan luka  dengan madu memiliki rata-rata jumlah eksudat sesudah intervensi hari ke 3 sebesar 66.6 gram, sedangkan rata-rata junlah eksudat sesudah intervensi hari ke 6 sebesar 80,8 gram. Perawatan luka dengan metronidazole memiliki rata-rata jumlah eksudat sesudah intervensi hari ke 3 sebesar 44,5 gram, sedangkan rata-rata jumlah eksudat sesudah intervensi hari ke 3 sebesar 51,1 gram. Hasil uji statistik diperoleh nilai p> 0,05 ( alpha 0,05) menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan jumlah eksudat antara kelompok perawatan luka dengan madu dan kelompok perawatan luka dengan metronidazole pada hari ke 6 pada perawatan luka maligna. Sehingga diperoleh kesimpulan perawatan luka dengan madu tidak lebih efektif dibandingkan dengan meteronidazole menurunkan jumlah eksudat setelah hari ke 6 oerawatan luka maligna.
      Perawatan luka dengan madu memiliki rata – rata tingkat malodor menurut pasien sebelum intervensi sebesar 6,0 sesudah intervensi hari ke 3 sebesar 3,5, dan sesudah intervensi hari ke 6 sebesar 2,1. Sedangkan perawatan luka dengan metronidazole memiliki rata-rata tingkat malodor sebelum intervensi sebesar 5,6 sesudah intervensi harike 3 sebesar 4,3 dan sesudah intervensi hari ke 6 sebesar 4,6. Hasil uji statistik diperoleh nilai p <0,05 (alpha 0,05) pada pengukuran tingkat malodor menurut pasien maupun perawat berdasarkan NRS. Sehingga diperoleh kesimpulan perawatan luka dengan madu lebih efektif dibandingkan dengan metronidazole menurunkan tingkat malodor menurut perawat maupun p[asien setelah perawatan luka maligna.
5.      Kesimpulan
Perawatan luka dengan madu lebih efektif dibandingkan dengan metronidazole terhadap tingkat malador menurut pasien maupun perawat setelah hari ke 6 perawatan luka maligna. Namun, perawatan luka maligna dengan madu maupun metronidazole belum efektif menurunkan jumlah eksudat setelah hari ke 6 perawatan luka maligna.






B.     KORELASI ANTARA ISI JURNAL DENGAN REALITAS KLINIS
1.      Hasil penelitian jurnal
Perawatan luka dengan madu lebih efektif dibandingkan dengan metronodazole terhadap tingkat malador menurut pasien maupun perawat setelah hari ke 6 perawatan luka maligna. Namun, perawatan luka maligna dengan madu maupun metronidazole blum efektif menurunkan jumlah eksudat setelah hari ke 6 perawatan luka maligna.
Realitis di klinis
Perawatan luka maligna untuk menghilangkan malodor masih menggunakan metronidazole dan dikompres Nacl. 
2.      Kondisi riil di klinis atau lapangan
Kondisi riil :
 Realitis di klinis perawatan luka maligna untuk menghilangkan malodor masih menggunakan metronidazole dan dikompres NaCl. 

C.     PERBANDINGAN ISI JURNAL DENGAN TEORI ATAU HASIL PENELITIAN YANG SUDAH ADA
1.      Isi jurnal
a.       Judul jurnal : “Honey as a topical treatment for wounds”
b.      Nama penelitian : Andrew B Jull1, Anthony Rodgers2, Natalie Walker3. Sekolah Keperawatan, Universitas Auckland, Auckland, Selandia Baru.
c.       Tujuannya adalah untuk menentukan apakah madu meningkatkan laju penyembuhan pada luka akut (luka bakar, lecet dan luka traumatis lainnya) dan luka kronis (ulkus vena, arteri ulkus, ulkus diabetes, ulkus tekanan, luka bedah yang terinfeksi).
d.      Search strategi:
Kami menggeledah Luka Daftar Grup Cochrane Khusus (Mei 2008), TENGAH (Mei 2008) dan beberapa database elektronik lainnya (Mei 2008). Bibliografi digeledah dan produsen produk rias dihubungi untuk percobaan yang tidak dipublikasikan.
e.       Kriteria seleksi:
Percobaan acak acak dan quasi yang dievaluasi madu sebagai pengobatan untuk setiap jenis luka akut atau kronis dicari. Tidak ada pembatasan dalam hal sumber, tanggal publikasi atau bahasa. Penyembuhan luka adalah titik akhir primer.
f.       Pengumpulan data dan analisis:
Data dari uji memenuhi syarat diekstrak dan diringkas menggunakan lembar ekstraksi data oleh satu penulis dan diverifikasi secara independen oleh penulis kedua.
g.      Hasil utama:
19 percobaan (n = 2554) telah diidentifikasi yang memenuhi kriteria inklusi. Pada luka akut, tiga percobaan mengevaluasi efek madu dalam luka akut, lecet atau luka bedah minor dan sembilan percobaan dievaluasi efek madu pada luka bakar. Dalam dua uji coba luka kronis mengevaluasi pengaruh madu dalam borok kaki vena dan satu percobaan dalam ulkus tekanan, terinfeksi luka pasca-operasi, dan gangren Fournier masing-masing. Dua uji coba merekrut orang dengan kelompok-kelompok campuran luka kronis atau akut. Rendahnya kualitas sebagian besar laporan sidang berarti hasilnya harus ditafsirkan dengan hati-hati, kecuali dalam ulkus vena kaki. Pada luka akut, madu dapat mengurangi waktu untuk penyembuhan dibandingkan dengan beberapa dressing pada luka bakar konvensional ketebalan parsial (WMD -4,68 hari, 95% CI -4,28 sampai -5,09 hari). Semua luka bakar termasuk uji coba berasal dari pusat tunggal, yang mungkin berdampak pada peniruan. Pada luka kronis, madu selain perban kompresi tidak signifikan meningkatkan penyembuhan dalam borok kaki vena (RR 1,15, 95% CI 0,96-1,38). Ada bukti yang cukup untuk mengetahui pengaruh madu dibandingkan dengan perawatan lain untuk luka bakar atau di lain jenis luka akut atau kronis.
2.      Hasil penelitian lain
a.       Penelitian menunjukkan metronidazole tidak lebih efektif dibandingkan dengan madu dalam menurunkan tingkat malodor. Hal ini di dukung dengan penelitian Newman (1989, dalam Kelly 2002) yang menemukan onset of effectiveness metronidazole berada pada rentang satu – 30 hari. Hampson (1996, dalam Kelly 2002) menyebutkan metronidazole dalam penggunaan waktu yang lama dapat menimbulkan resistensi.

3.      Teori yang sudah ada di teksbook lain
Perawatan luka dengan madu lebih efektif dibandingkan dengan metronidazole untuk menrurunkan tingkat malodor. Hal ini sesuai dengan (Benbow,1999; Thomas 1989; Haugton & young,1995 dalam Kelly 2002) yang menyatakan bahwa madu dapat menurunkan tingkat malodor. Laporan klinik lain madu menurunkan malodor (kingsley,2001; van depute & van waeyenberge,2003; Dunford & Hanano,2004; dunford 2005; dan owen 2005)

D.    Referensi

Honey as a topical treatment for wounds oleh Andrew B Jull1, Anthony Rodgers2, Natalie Walker3

Efek penggunaan madu dalam manajemen luka bakar, monica kartini


Tidak ada komentar:

Posting Komentar