Minggu, 20 November 2011

HIPERTENSI

HIPERTENSI

  1. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg.  Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. (Bruner dan Suddarth, 2002: 896)
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah baik sistole dan diastole karena adanya gangguan peredaran darah tepi dengan tanda dan gejala yang khas.
Hipertensi dapat dikelompokkan menjadi :
a.       Hipertensi Ringan
Tekanan sistole 140-150 mmHg dan diastole 90-100 mmHg
b.      Hipertensi Sedang
Keadaan tekanan darah systole 160-180 mmHg dan diastole 100-110 mmHg
c.       Hipertensi Berat
Tekanan systole lebih dari 185 mmHg dan diastole lebih 110 mmHg

  1. Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal. Disebut juga sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala, penyakit ini lebih banyak menyerang wanita dari pada pria Penyebab hipertensi yaitu gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan dan rangsangan kopi serta obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini, tetapi penyakit ini sangat dipengaruhi faktor keturunan.


  1. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula dari saraf simpatis, yang berkelanjutan ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis yang mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Bebagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dangan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. 

D.    Manifestasi klinis
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja maka terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah dan kretinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik trasien yang termanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan ketajaman penglihatan. 

E.    
Umur, Jenis kelamin, Gaya hidup, Obesitas
 
Pathways

 





















                                                                                                            Nutrisi
                                                                                               
            `                                                                                        metabolisme sel
                                                                                   
Gx. Keseimbangan cairan
 
                                                                                                              Lemah
Intoleransi aktivitas
 
                                   
                                                                                               





  1. Diagnosa keperawatan
    1. Gangguan rasa nyaman : nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan pembuluh darah otak.
    2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi.
    3. Resiko injuri berhubungan dengan kesadaran menurun.
    4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh.
    5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium sekunder penurunan GFR.




















  1. Intervensi
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Gangguan rasa nyaman : nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan pembuluh darah otak.


















Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi.















Resiko injuri berhubungan dengan kesadaran menurun.




Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh.


















Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium sekunder penurunan GFR.



Rasa nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam dengan KH :
-   Pasien mengatakan nyeri berkurang.
-   Ekspresi wajah klien rileks.
















TD dalam rentang normal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam.
















Resiko injuri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam dengan KH:
Pasien merasa tenang dan tidak takut jatuh.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dapat meningkatakan toleransi aktivitas pasien dengan kriteria hasil :
-   Dapat memenuhi kebutuhan perawatan sendiri.
-   Menurunnya kelemahan dan kelelahan.
-   Tanda vital dalam rentang normal.









Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan kriteria hasil :
-        cairan dalam keadaan seimbang.
-        TTV dalam rentang normal
-        Tidak ada oedem.

-      Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya, lokasinya dan lamanya.





-      Pertahankan tirah baring selama fase akut.


-      Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala.




-      Kolaborasi pemberian analgetik.


-      Pantau tekanan darah.

-      Amati warna kulit, kelembaban dan suhu.





-      Berikan lingkungan tenang dan nyaman.



-      Pertahankan pembatasan aktivitas.
-      Anjurkan teknik relaksasi.

-      Kolaborasi pemberian obat antihipertensi.
-      Atur posisi pasien agar aman.
-      Batasi aktivitas.
-      Bantu dalam ambulasi.



-      Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit di atas frekuensi istirahat, peningkatan TD selama/ sesudah aktivitas, dispnea, diaforesis, pusing.
-      Instruksikan klien tentang teknik penghematan energi.



-      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas perawatan diri bertahap.



-      Pantau haluaran urin, jumlah dan warna saat terjadi diuresis


-      Hitung masukan dan keluaran cairan selama 24 jam.

-      Kolaborasi pemberian diuretik


§  Mengidentifikasi karakteristik nyeri merupakan faktor yang penting untuk menentukan terapi yang cocok serta mengevaluasi kefektifan dari terapi.
§  Meminimalkan stimulasi/ meningkatkan relaksasi.
§  Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral.

§  Menurunkan/ mengontrol nyeri.


§  Untuk mengetahui derajat hipertensi.
§  Adanya pucat, dingin, kulit lembab mungkin berkaitan dengan vasokontriksi/ mencerminkan penurunan COP.
§  Membantu menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi.
§  Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah.
§  Mengontrol tekanan darah.
§  Menurunkan resiko injuri.





§  Mengetahui respon fisiologi terhadap stress aktivitas.






§  Mengurangi penggunaan energi juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
§  Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba.


§  Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
§  Menentukan kehilangan cairan tiba- tiba /berlebihan.

§  Meningkatkan laju urine dan menghambat reabsorbsi natrium pada tubulus ginjal



































DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar