Minggu, 20 November 2011

THYPOID

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID
DI RUANG MELATI RSUD TUGUREJO SEMARANG
 

I.             Definisi
            Tifus Abdominalis (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985)
            Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah. (Markum, 1991).

II.          Etiologi

            Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

III.       Patofisiologi
            Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
            Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
            Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).

IV.       Manifestasi Klinis
            Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb:
§  Demam
            Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama duhu berangsur-angsur meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita demamnya berangsur-angsur normal.
§  Gangguan pada saluran pencernaan
            Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar. disertai nyeri pada perabaan
§  Gangguan kesadaran
            Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen.
Disamping gejala-gejala tersebut ditemukan juga pada penungggungdan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.







V.         
Makanan terkontaminasi salmonella


Mulut


HCL (lambung)
 
Pathways











 










 











VI.       Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2.      Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3.      Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
4.      Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
5.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat

VII.    Focus Intervensi
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a.       Dorong tirah baring
Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi
b.      Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan

c.       Berikan kebersihan oral
Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d.      Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan
e.       Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f.       Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:
Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.
2.      Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a.       Pantau suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b.      pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c.       Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
d.      Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3.      Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
a.       Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan
b.      Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c.       Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d.      Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e.       Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan
4.      Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan:
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a.       Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b.      Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c.       Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat
d.      Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
5.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat
Tujuan:
Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a.       berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional:
Membantu individu untuk mengatur berat badan
b.      Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional:
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c.       Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional :
Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk waspada terhadap makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala

VIII. Komplikasi
Dapat terjadi pada:
1.      Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
a.       Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan
b.      Perforasi usus
c.       Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan


2.      Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia

IX.       Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut:
a.       Pemeriksaan darah tepi
b.      Pemeriksaan sumsum tulang
c.       Biakan empedu untuk menemukan salmonella thyposa
d.      Pemeriksaan widal digunakan untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti
X.          Penatalaksanaan
Pengobatan/penatalaksaan pada penderita typus abdominalis adalah sebagai berikut:
1.      Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta
2.      Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi
3.      Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu
4.      Diet makanan harus mengandung cukup cairan dan tinggi protein
5.      Obat Kloramfenikol


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta
Staf Pengajar IKA (1995). Ilmu Kesehatan Anak.   EGC : Jakarta
mansjoer. A (2000). Kapikta Selekta kedokteran. edisi IV. EGC: Jakarta
Sarwana (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. FKUI: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar